Peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menyebabkan
meningkatnya kebutuhan sumber energi seperti minyak bumi, gas bumi, dan batu bara. Menurut
Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan energi di Indonesia akan terus
meningkat hingga 1,780 miliar BOE di tahun 2030. Peningkatan kebutuhan energi ini tidak
diimbangi dengan peningkatan jumlah energi yang ada. Berdasarkan data Outlook Energy
Indonesia 2019 yang dilakukan oleh ESDM, terjadi penurunan produksi minyak bumi dari 346
juta (2009) menjadi 283 juta barel (2018). Kenyataan tersebut akan menyebabkan kelangkaan
energi sehingga diperlukan energi alternatif terbarukan.
Briket merupakan blok bahan biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif
terbarukan. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan briket biasanya batok kelapa, bonggol
jagung serbuk kayu gergaji, dan sekam padi. Pada “BRANTAH” bahan baku yang digunakan
adalah ampas tebu, limbah produksi Pabrik Gula Madukismo dan minyak jelantah, limbah
penggorengan rumah tangga. Pemanfaatan ampas tebu Pabrik Gula Madukismo masih sangat
minim. Ampas tebu atau disebut blotong oleh masyarakat lokal terkadang masih dianggap remeh
dan dibiarkan menumpuk begitu saja. Padahal ampas tebu ini memiliki potensi besar untuk
dijadikan bahan baku pembuatan briket akibat dari kandungan lignin di dalamnya. Namun,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Edly & Widyastuti (2013) jika ditinjau dari aspek
lingkungan, briket ampas tebu ini belum memenuhi standar SNI no.1/6235/2000 tentang mutu
briket dari segi kadar air dan kadar abu di dalamnya. Di sini peran minyak jelantah diperlukan.
Menurut Septhiani & Septiani (2015) minyak jelantah dapat meningkatkan mutu briket karena
mengurangi kadar air dan kadar abu serta meningkatkan nilai kalor briket. Sehingga ampas tebu
dan minyak jelantah merupakan kombinasi yang tepat untuk membuat briket.
Karya Tulis dapat diunduh (BRANTAH)